Perjalanan Singkat Menuju Universitas
"Never
Give Up"
Melanjutkan sekolah ke jenjang yang
lebih tinggi adalah impian banyak orang, begitu pula dengan diriku. Namun tak
selamanya impian dapat tercapai dengan mudah, bahkan tidak semua impian yang
ada mendapatkan dukungan dari orang terkasih. Kisah ini bermula ketika aku
duduk di kelas XII. Aku hidup dengan kondisi yang berbeda dari kondisi
teman-teman dekatku di SMA. Hidup dengan kondisi ekonomi yang terbilang
pas-pasan dan keadaan rumah yang rumit dimengerti terkadang membuat perasaanku
tak menentu. Bahkan tidak jarang aku sering merasa iri dengan mereka. Aku
sangat ingin melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi untuk mencapai cita-citaku
sebagai guru. Aku berusaha untuk membicarakan keinginan ini kepada kedua orang
tuaku, namun keinginanku langsung ditentang secara lugas oleh kedua orang
tuaku.
Sejak lulus dari SMP, sebenarnya Mama
dan Ayah sangat ingin agar aku melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah
Kejuruan, namun aku tidak minat dengan bidang tersebut, hingga akhirnya aku mencoba
bernegosiasi dengan mereka agar diijinkan melanjutkan ke jenjang SMA.
Permintaaku tersebutpun mendapatkan lampu hijau dari keduanya, dengan dalih
akupun mau bekerja setelah lulus dari SMA nanti. Aku diperbolehkan untuk
memilih sekolah sesuai dengan keinginanku. Aku memutuskan untuk melanjutkan di
SMA N 30 Jakarta.
Tahun pertama menjadi siswa SMA adalah
masa-masa yang sulit bagiku, betapa tidak, kala itu sekolahku masih menerapkan
uang iuran bulanan karena belum ada wajib belajar 12 tahun. Aku sering kali
mendapatkan teguran ketika akan dilaksanakan UTS atau UAS karena belum lunas
membayar SPP selama berbulan-bulan. Tidak jarang aku menangis ketika sedang
sendiri. Aku sering merasa iri kepada teman-temanku yang tidak dipusingkan
dengan uang bayaran, bahkan bisa menikmati banyak fasilitas yang menunjang dari
orang tuanya. Namun, aku tidak mau menyerah dengan keadaan. Aku mencoba untuk
lebih beryukur dengan keadaan, setidaknya saat ini aku masih diberikan
kesempatan untuk bersekolah di SMA.
Beranjak ke kelas XI, ini adalah awal
kebahagiaan bagiku. Pemerintah sudah mulai menerapkan sistem wajib belajar 12
tahun. Bayang-bayang akan uang bulan yang selalu nunggak, kartu legitimasi yang
hanya bisa diambil ketika ujian berlangsung dan tatapan sinis dari teman sekelaspun
luntur dari bayangku. Aku selangkah lebih merdeka, sekolah tanpa beban dan
ketakutan. Aku berusaha untuk lebih baik dan optimal dalam belajar, walau
selama ini belum pernah merasakan juara kelas lagi seperti saat SD dan SMP tapi
setidaknya aku merasa bersyukur karena aku bisa memperoleh kesempatan
melanjutkan bersekolah dengan gratis.
Aku memanfaatkan kesempatan ini dengan
bergabung dengan ekstrakulikuler futsal putri di semester 1 kelas X, dan tari betawi di semester 2 kelas X, kemudian
OSIS sekolah selama
satu tahun
ketika kelas XI. Aku berharap ini
sebagai rasa syukurku atas kesempatan merasakan sekolah gratis.
Berlanjut ke kelas XII, kegiatan
ekstrakulikuler dan OSIS pun mulai berkurang karena kami difokuskan untuk
menghadapi Ujian Nasional (UN). Lagi, dan lagi aku
dihadapkan pada kondisi yang sulit. Teman-temanku mulai merencanakan kemana
mereka akan melangkah selanjutkan dan tempat bimbingan belajar apa yang akan
mereka pilih untuk membantu mereka dalam mencapai impiannya tersebut. Sesaat
terbesit keinginanku untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Namun,
kenyataan menampar hayalanku dengan kejam. Aku teringat dengan keinginan orang
tua yang menyuruhku untuk bekerja, karena aku adalah anak pertama dan mempunyai
tiga orang adik yang masih sekolah. Sesaat aku dikalahkan oleh ketakutan itu,
namun aku merasa apa yang aku lakukan adalah hal yang salah. Aku mendapatkan
informasi dari guru BK agar bisa melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi dengan
gratis, guru BK kami menyebutkan bahwa ada progam bantuan pemerintah berupa
beasiswa pendidikan untuk siswa miskin berprestasi atau Bidik Misi agar bisa
kuliah dengan gratis. Bagai hujan ditengah gurun pasir, ucapan sang guru BK
seketika menghidupkan kembali semangat untuk melanjutkan sekolah dan melangkah
mencapai cita-cita. Aku mencoba bernegosiasi kembali dengan kedua orang tuaku.
Aku kembali dihadapkan dengan jawaban yang kasar, namun aku berusaha untuk
meyakinkan bahwa aku bisa melanjutkan sekolah dengan gratis. Dengan waktu yang
cukup lama, akhirnya orang tuaku pun menyetujui keinginanku. Berbekal semangat
dan keyakinan aku mencoba untuk memberanikan diri melanjutkan ke perguruan
tinggi. Awalnya aku ingin lanjut ke bidang pertanian, namun niatan ini ditolak
oleh kedua orangtuaku karena mereka tahu benar kalau sejak kecil aku ingin
menjadi guru dan niatan melanjutkan ke bidang pertanian hanya karena aku senang
menyiram tanaman. Akhirnya aku menyetujui arahan orang tuaku. Aku kembali
kepada cita-cita awalku untuk menjadi guru SD, dan aku menaruh pilihan PGSD UNJ
di urutan pertama dan tanpa pertimbangan apa-apa aku menaruh BK di urutan
kedua. Sejak pengisian SNMPTN pun aku mempunyai niatan untuk mengubah
penampilanku, aku berjanji akan menggunakan jilbab jikalau aku diterima di UNJ.
Perjuangan melengkapi pemberkasan adalah
hal yang berkesan bagiku. Pulang sekolah mondar-mandir warnet dekat sekolah,
pulang ke rumah untuk memfoto rumah bersama teman sekelasku, dan menghabiskan
banyak waktu untuk melengkapi pemberkasan di rumah seorang temanku. Hal yang
selalu aku ingat adalah, ketika menjumlahkan nilai raportku aku sempat
mengalami kesalahan, tidak memasukan satu nilai ke dalam penjumlahan. Namun, Alhamdulillah, nasib baik dan
keberuntungan berpihak padaku. Ketika itu aku dan temanku mengalami masalah
yang sama, namun entah mengapa salah satu guru BK kami menghitung kembali
jumlah nilai raportku dan membenarkan hasil hitunganku. Aku sangat bersyukur
dan berterima kasih kepada guru BK ku yang sangat berjasa padaku. Hingga pada
akhirnya, kini aku diterima di jurusan BK UNJ dan ini semua berkat adanya
informasi bak oasis yang diberikan oleh guru BK aku.
Tanpa guru BK mungkin saat ini aku tidak bisa melanjutkan kuliah di UNJ, kampus
hijau dan kampus pergerakan pencetak guru ideal masa depan. Semoga dengan
adanya beasiswa ini, aku bisa menebarkan manfaat untuk pendidikan nantinya.
Oleh sebab itu, sejak awal berkuliah aku ingin menjadi mahasiswa yang aktif
dengan mengabdikan diri pada organisasi mahasiswa di Universitas Negeri
Jakarta, kampusku tercinta ini. Hidup pendidikan Indonesia !
;) perjuangan banget. Semangat ya semangat . Siap2 melanjutkan impian.
BalasHapusMakasih, Kak Galih. Yoa, semangat selalu, Insya allah
Hapus