Indahnya Perbedaan

Indahnya perbedaan.
Bukankah Indonesia itu identik dengan persatuan? Berbeda-beda tetap satu jua. Seperti sebuah makna yang tersirat dalam perjalanan di hari pertama aku memulai wisata hati itu. Seusai makan siang dan duduk sebentar di masjid Nurul Iman. Aku dan seorang sahabatku yang juga menjadi partner dalam melakukan wisata hati memutuskan untuk mengujungi sebuah kawasan yang cukup terkenal di Jakarta. Tempat yang sebenarnya sederhana, mengesankan, tapi sayangnya cukup jauh.

RPTRA Kalijodo menjadi pilihan untuk persinggahan kami. Kalijodo merupakan kawasan yang kini ramai dikunjungi oleh anak-anak, remaja dan keluarga untuk menghabiskan waktu berkumpul dan menikmati waktu. RPTRA Kalijodo bertempat di kawasan Penjaringan. Menurut informasi yang beredar, dahulunya kawasan itu merupakan kawasan prostitusi terselubung. Dan syukurnya kini berubah menjadi taman wisata yang berisi banyak tempat seru untuk menikmati waktu. Salah satu wahana yang terkenal ialah skatepark yang digunakan oleh para penikmat skateboar.
Dan disanalah kami berdua bertemu dengan tiga anak yang menginspirasi. Ada Raiyhan, Michael, dan Damu. Mereka bertiga sedang menempuh pendidikan di Sekolah Dasar. Michael dan Damu kelas 6. Sedangkan Raiyhan kelas 5. Mereka bertiga senang bermain di RPTRA Kalijodo kalau sore menjelang. Kebetulan saat itu sekolah mereka sudah libur, bahkan kedatangan Raiyhan yang saat itu berdomisili di Tangerang karena ingin bermain bersama disana.
Walaupun sekolah mereka berbeda, tapi itu tak jadi penghalang untuk mereka bermain bersama.
Awalnya aku dan Annisa yang lebih dikenal dengan Ansol berbincang tentang hal-hal yang kerap kali jadi topik pembicaraan kita. Sembari menikmati air dan makanan ringan yang sudah kami beli di Blok M. Setelah berbincang, aku sedikit mencuri pandang pada langit senja yang amat menggoda waktu itu. Sesaat setelah berbincang. Kami berdiam diri. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Haha gaya banget, ya. Dan aku yang memang senang mengamati orang lain memilih untuk memutar duduk 180 derajat. Jadilah aku menghadap skatepark yang mencekung ke bawah. Awalnya yang menarik perhatianku adalah karena ada seorang anak yang merosot ke bawah seperti sedang bermain perosotan dan ia kesenangan lari-lari di sana. Namun karena keterbatasannya, ia tidak bisa naik ke atas lagi. Ke tempat orangtuanya menunggu. Kebetulan orangtuanya menunggu tak jauh dari kami. Aku melihat bagaimana anak-anak itu dengan tubuhnya yang kecil juga membantu agar anak yang tak bisa naik ke atas itu bisa naik dan menuju orangtuanya. Dan benar saja, setelah mereka bantu, anak itu dapat kembali bersama orangtuanya. Kupikir ini pemandangan yang menarik. Tolong menolong walau tak kenal. Mengesankan bukan?

Tolong menolong walau tak kenal


Setelah membantu anak itu naik, mereka bermain tepat di dekat tempat duduk kami. Aku sedikit mengamati mereka bermain. Bergantian dan bersorak ketika seorang diantaranya melebihi yang lainnya.
Aku sedikit penasaran. Jadilah aku memberanikan diri untuk bertanya-tanya. Tak apalah kepo sedikit, hehe. Untungnya mereka merespon pertanyaanku dengan baik.
Katanya mereka sedang bermain skatefinger, melemparkan skateboard mini seukuran jari untuk beradu siapa yang paling jauh meluncurnya. Terkadang mereka juga saling menunjukkan siapa yang paling dahulu bisa memainkan skatefinger tersebut dengan berbagai gaya. Damu, yang paling unggul diantara mereka, aku mereka.

Setelah mereka bermain, aku bertanya kepada mereka. Apa mereka bisa naik ke atas? Karena tak kulihat ada tangga di sana. Dan dengan bangganya mereka menunjukkan cara mereka naik. Ada yang harus berlari dahulu lalu berlaga naik ke atas. Ada yang melalui loncatan dan bertumpu pada semen yang kami duduki. Ada juga yang berjalan menaik lalu bertumpu pada semen lagi. Mereka naik dengan caranya masing-masing. Menakjubkan. Bahkan hanya untuk urusan yang sekecil ini saja setiap manusia punya caranya tersendiri.
Ketika mereka sampai di atas, aku menawarkan makanan ringanku kepada mereka. Aku pikir mereka pasti suka, karena anak-anak pasti suka cokelat.
 Setelah itu, Ansol pun ikut menawarkan makanannya, tak mau kalah, katanya keju lebih enak. Hehe. Setelah itu, barulah kami saling berkenalan. Selain mereka menceritakan mengenai sekolah dan rumah, kami juga bertanya mengenai cita-cita. Aku pikir bertanya mengenai cita-cita kepada siswa SD adalah hal yang menarik. Maklum dulunya kepengen jadi guru SD. Raiyhan bercita-cita menjadi polisi, Michael bercita-cita jadi astronot katanya karena ia suka dengan alam semesta. Sedangkan Damu ingin menjadi Tentara. Amat mengagumkan. Mereka sudah mempunyai cita-cita yang dengan lantangnya mereka jawan. Ohiya, satu lagi yang membuatku terkesan ialah si kecil Michael yang mempunyai hobi mengedit video sampai dia punya chanel youtube sendiri. Wah banget, padahal saat ini ia masih kelas 6. Jadi malu sendiri kalau inget dulu kelas 6 kerjaannya cuma main gak jelas doang. Sedangkan Michael sudab berkarya. Dan seusai perkenalan itu dan pembicaraan singkat mengenai cita-cita, aku bersama Ansol pamit undur diri. Karena hari sudah makin gelap dan kami harus melaksanakan kewajiban. Saat itu kami berpisah dengan melakukan high five, namun 2 diantara mereka menyalimi sembari mengucap salam. Kemudian disusul dengan Michael yang juga salim sembari berujar "walau saya bukan muslim, tapi saya juga ikut salim, ya."
Masya allah, lagi lagi aku berdecak kagum. Diusianya yang dini juga ia mengerti toleransi.
Dan setelah itu, kami memutuskan untuk mencari makan dan kembali bercerita mengenai tema favorit kami sebelum akhirnya kembali ke rumah masing-masing.

Komentar

  1. tapi jaman sekarang banyak sih subtansi yang bisa kita kaitkan dalam toleransi di indonesia. kadang juga kita terlampau gak sadar apa suatu hal yg kita lakuin bisa juga dianggap intoleran sama beberapa orang

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer