Diskusi di Penghujung November

Cinta. Adalah hal yang selalu menarik untuk diperbincangkan. Sebab cinta selalu menjadi misteri yang sampai saat ini belum juga terpecahkan. Setidaknya untukku dan AS --seorang sahabat pertamaku di kampus--.
Di penghujung November lalu, aku dan AS, sengaja memilih untuk ber-Quality time ber-2 setelah kumpul bersama Ukhti --Kumpulan teman dekat di kelasku--.
Pilihan kali ini kembali dengan berdiskusi, curhat, dan sharing seputar kisah-kisah yang telah terlewati selama beberapa waktu belakang. Dan pilihan tema kali ini ialah tentang cinta.

 Hampir selalu cinta menjadi tema diskusi kami, sebab sampai saat ini, kami masih saja sibuk menerka dan mencari apa sebenarnya makna cinta.

Sepanjang perjalanan dari Halte Arion sampai Halte Monas, kami berdiskusi tentang pengalamanan yang lalu. Dan, kami memilih halte monas sebagai tempat persinggahan dalam melanjutkan diskusi di perjalanan yang kian menarik.
Kami bercerita tentang orang yang sedari dulu menjadi topik pembicaraan.
AS dengan lelaki idamannya sejak hampir 4 tahun silam, dan aku dengan orang-orang yang pernah kukagumi semasa putih abu-abu.

Bagi AS, cinta yang saat ini tengah ia hadapi ialah yang terumit. Ia sampai merasa bahwa telah mencintainya dengan teramat, bahkan sampai sering kali meneteskan air mata akibat rasa yang menderanya itu.

Lain halnya dengan aku. Selama ini aku sering kali menganggap bahwa ia lah yang telah membuatku jatuh cinta. Sebab terhitung sejak 2011 hingga 2016, aku mengagguminya. Walau hanya bisa dalam diam. Sebab aku amat malu jika berhadapan dengan orang yang kukagumi.
Namun, setelah di tahun ini, aku baru menyadarinya, bahwa bukanlah cinta jika hanya melihat sisi apa yang ingin aku lihat. Aku melihatnya sebagai sosok yang cerdas dan mengagumkan. Seseorang pernah berkata, bahwa jika hanya melihat kelebihannya ialah petanda kekaguman. Sedang dengan seseorang yang lainnya, orang yang kukenal sejak tahun ke dua sekolah, aku mengaguminya dan ingin tahu tentangnya. Lalu, pada orang yang membuatku merasa berharga dan kehilangan ketika tingkat 3, aku merasa bahwa rasaku padanya lagi-lagi hanya sebatas rasa nyaman dan buah dari rasa bersalah.
Akhirnya, aku menarik kesimpulan bahwa mereka belum membuatku jatuh cinta. Bahwa mereka hanya membuatku merasa terkagum.

Sedangkan AS, ketika aku tanya apa hal yang membuat ia jatuh cinta dengan lelakinya itu, ia menyebutkan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh orang tersebut. Bahkan ketika aku bertanya apakah ia mau menerima hal itu, ia menjawab ia akan menerimanya. Aku melihat kesungguhan itu di matanya.

Aku kembali teringat dengan sebuah pernyataan dari motivator dari Youtube. Ia mengatakan bahwa, "cinta ialah ketika kita mengetahui kekurangan seseorang dan kita mau menerimanya"

Sejenak aku berpikir, bahwa AS telah jatuh cinta. Ia jatuh cinta dengan lelaki itu.
Kasus lainnya ialah seorang teman dekatku di semester ini, KY, ia sama seperti AS, ia memiliki ketulusan kepada pasangannya. Ia mau menerima dan melengkapi kekurangan yang dimiliki pasangannya.
Dulu, aku masih menganggap cinta adalah merelakan. Merelakan ia bersama kita, atau merelakan ia bersama dengannya.
Namun, pada pertemuan ini, aku dan AS menarik kesimpulan bahwa selain merelakan, cinta ialah memberi. Sedikitnya, memberi rasa pada ia yang dicinta. Dan merelakan bahwa jika pada akhirnya rasa cinta itu tak selalu mendapat balasan.

Jakarta, 1 Desember 2017

Komentar

Postingan Populer