Tentang Langit
Tentang Langit
Tentang
langit yang memesona. Sudikah kiranya kau mendengar celotehku. Mendengar
jawabku perihal langit yang selalu kukagumi?
Seseorang
pernah bertanya kepadaku, katanya mengapa aku begitu mengangumi langit, sempat
mendeklarasikan diri menjadi pengagumnya, bahkan hendak berpikir untuk
membandingkan antara langit dengan dirinya siapa yang lebih memesona?
Kini
biar kuberi tahu sedikit alasanku mengapa langit begitu mengagumkan. Sekarang,
saat menuliskan ini, yang ada dihadapanku hanya seonggok laptop tua, yang
menyimpan berbagai kenangan, yang setia menemani dalam senang atau susahku. Oke,
ini terlalu melantur. Tapi, biarkan pikiranku melayang. Seakan aku sedang ada
di luar ruangan, duduk di bawah rindang pohon yang tak menghalangi mataku untuk
melihat langit yang sedang cerah.
Entah
sejak kapan, menatap langit menjadi kesenangan tersendiri buatku. Aku seakan
mendapatkan energi yang membuat suasana hatiku riang. Walau tak jarang, menatap
langit juga dapat membuat suasana hatiku mendadak sendu. Bagiku, langit dan
suasana hati seringkali memiliki korelasi yang positif. Langit yang cerah
pertanda hariku sedang bahagia. Dan langit yang kelabu seakan pertanda hatiku
sedang dirundung pilu. How about you? Adakah yang memiliki pemikiran yang
serupa denganku?
Yap.
Bahkan saking kagumnya aku dengan langit, aku sampai membuat satu folder yang
berisikan foto langit. Entah langit fajar, langit senja, langit kelabu, ataupun
langit di kala siang yang terik.
Bagiku
langit selalu memiliki daya tarik tersendiri dengan berbagai rupa cuacanya.
Langit
di kala pagi di cibodas. Mataku seakan tak ingin terlepas darinya. Langit kala
itu sungguh mengagumkan. Pendaran cahaya yang terbelah seakan mengingatkanku kepada
berbagai hal, seakan mengingatkanku kepada matahari seumpama satu orang yang
kelak kan menyebar untuk menyebar kehangatan dan kebermanfaatan. Ya itu bagiku,
penafsiranku akan sesuatu yang aku lihat.
Kalau
ini langit siang di rumahku. Aku mengabadikannya sesaat setelah aku ingin
menjemur pakaian. Aku tertarik dengan bentuk awan yang aku lihat. Sekilas aku
teringat dengan mata kuliah pengantar psikologi, mengenai persepsi, dan
persepsiku menangkap itu ialah seperti siluet wajah lelaki dari tampak samping.
Dan awan ini mengingatkanku akan sosok lelaki yang mengagumkan buatku. Ya,
sebenarnya tak ada yang mirip. Namun sepertinya ilusiku membentuk persepsi itu.
haha. Sudahlah lupakan. Ini langit tempo hari lalu.
Langit
senja di belakang rumahku. Sama seperti gambar di atas. Foto ini dibidik pada
tahun 2016. Kala aku begitu mengagumi langit. Satu spot termudah yang bisa
memanjakan mata, walau cakupannya begitu sempit. Maklum jejeran rumah yang
sudah dibangun dan bertingkat seakan membuat batas antara aku dan langit
menipis. Tapi, ini masih menjadi spot favorit buatku bercengkrama dengan
langit.
Sedangkan
ini langit malam. Yang aku abadikan di jembatan penyebrangan orang yang
menghubungkan kampus dengan jalanan menuju rumahku. Kala ini bulan sedang berada
pada posisi penuh; super moon. Bulan yang
begitu sayang untuk dilewatkan membuatku menghentikan diri sejenak, menatap dan
memberi senyum seakan salam dariku untuknya kemudian berakhir pada proses
pengabadian dia dalam medium foto, jadi bulan ini masih bisa kusaksikan walau
aku sedang tidak berada di luar ruang.
Ya.
Beberapa foto di atas adalah sedikit kumpulan foto langit yang aku abadikan
tanpa ada teknik fotografi, hanya sekadar mengeluarkan gawai dari saku lalu
mengabadikannya. Maklum aku belum punya keterampilan dalam fotografi. Ya tapi
buatku saat ini yang terpenting bukan sekadar teknik, tetapi apa yang
diabadikan dan cerita didalamnya.
Salam,
dariku yang pernah mendeklarasikan diri menjadi pengagum langit.
Komentar
Posting Komentar