Kembali bertemu dengan Satu

Rasanya waktu amat cepat berlalu. Tidak terasa kini aku bertemu lagi dengan satu. Ya, tanggal satu di bulan ke empat. Dan satu bulan telah berlalu dengan perasaan baru.
Terdengar kekanakan mungkin jika aku merasa ini adalah tanggal yang amat penting untukku. Jika menelisik ke belakang, rasanya banyak hal baru yang benar-benar baru aku alami satu bulan ini.

Salah satu hal yang membuatku merasa utuh ialah keberadaan dirinya. Kebersamaan yang sering kali aku lalui bersamanya ialah momen-momen yang membuat hariku terasa berseri. Seperti matahari, hadirnya meluluhkan kembali hatiku yang beku.
Aku tak menyangka akan memiliki kisah yang seperti ini. Tiba-tiba ia datang kepadaku. Tiba-tiba rasa itu pun tumbuh seiring berjalannya waktu. Sosoknya yang sederhana dan apa adanya membuatku terpaku ketika menatapnya. Caranya bercerita, caranya memandang sesuatu, ekspresinya, suaranya menjelma candu yang ingin selalu aku konsumsi.

Selama ini aku tak pernah menyadari keberadaannya. Katanya, ia sering mengamatiku dari tempatnya. Entah bagaimana ceritanya, ia menjadi begitu ingin mengenalku. Tidak lagi dari jauh, tidak lagi dari tempatnya, yang sebenarnya tidak bisa dibilang jauh. Kalau dipikir kisah ini sungguh mengherankan. Kami hanya dipisahkan oleh jalanan yang memisahkan tempatku dan tempatnya.

Kala itu, seorang tetangga meminta izin kepadaku, untuk memberikan nomor ponselku untuk seseorang. Tak ingin julukan jutek dan sombong selalu hinggap untukku, tanpa pikir panjang aku mengizinkannya, "Toh, tak ada salahnya menambah jejaring pertemanan," begitulah pikirku saat itu.

Hingga suatu waktu, ia datang memperkenalkan dirinya, melalui whatsapp yang kali itu masih kumiliki. Kesan pertamaku, ia seorang teman yang cukup asik. Hari-hari berlalu sebatas percakapan di whatsapp. Dan sampai saat itu, aku belum mengenali  bagaimana rupanya. Sampai suatu ketika, aku sedang menginginkan ice cream, dan ia pun bersedia menemaniku. Kami bertemu di masjid depan rumah. Itu ialah kali pertama kami bertemu.

Awalnya sedikit canggung, tapi aku berusaha mengendalikan diriku sebaik mungkin. Sikapnya pun perlahan membuatku merasa nyaman di dekatnya. Kala itu kami duduk berhadapan. Sembari menghabiskan ice cream, kami bertukar cerita, sampai aku tidak menyadari bahwa satu jam lagi hari akan berganti.

Sejak saat itu, wajahnya seringkali hadir dalam pikiranku. Caranya tertawa, ekspresi wajahnya dan suaranya seakan masih melekat dalam ingatanku. Setelah itu, kami jadi lebih sering bertemu, sekadar untuk makan malam bersama. Rasanya, aku selalu ingin melihatnya. Bahkan ia pun berbaik hati menjemputku di sekolah. Ah, aku pikir, aku mulai tertarik dengannya.

Tepat tanggal satu di bulan lalu, ia menyatakan rasanya untukku. Aku pun mengakui itu. Aku pun memiliki rasa untuknya.

Sayangnya, jarak sempat memisahkan kami, ia kembali ke kampung halamannya. Rasanya begitu rindu. Beruntungnya masih ada gawai untuk komunikasi. Satu minggu terasa begitu lama untukku. Setelah ia kembali, kami lebih sering bertemu. Keluargaku pun begitu menyukainya. Ia sosok yang perhatian dengan caranya sendiri. Aku begitu beruntung memilikinya. Dengannya ragu tak lagi hinggap.

Kini, aku kembali bergulat dengan ego sendiri. Ia pun akan kembali ke kampungnya untuk sementara waktu. Jarak akan kembali membentang. Rindu akan semakin menggebu, terlebih komunikasi akan semakin terbatasi sebab gawaiku telah rusak huhuhu. Namun, denganmu, aku yakin semua akan baik-baik saja. Jarak akan segera teratasi. Rindu akan terobati.

Komentar

Postingan Populer